Potret Kesehatan Ibu dan Anak di Era JKN*
Banyak faktor yang memengaruhi
tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia. Sebagian besar dikarenakan
pendarahan. Selain itu, disebabkan hipertensi (tingginya tekanan darah) dalam
kehamilan.
Demikian dikatakan Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Balitbangkes RI), Tin
Afifah dalam Seminar Profesi Manajemen Pelayanan Kesehatan 2015 yang bertajuk
“Bagaimana Potret Kesehatan Ibu dan Anak di Era JKN”. Seminar ini dilaksanakan
di Auditorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif HIdayatullah Jakarta, Rabu (17/11).
Disamping itu, lanjut Tin Afifah,
kematian ibu juga banyak terjadi pada masa nifas. Komplikasi-komplikasi setelah
bersalin menjadi masa rawan bagi ibu yang sedang bersalin. Sedangkan untuk
indikator kematian balita sebagian besar disebabkan oleh faktor neonatus (bayi
yang baru lahir) dan inilah yang sampai sekarang sulit diturunkan.
Faktor lain yang menjadi hambatan
yaitu finansial. Untuk menangani hambatan finansial, pemerintah sudah mengenal
adanya jaminan persalinan (Jampersal) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
"Di beberapa daerah ada yang memanfaatkan dukun beranak untuk menolong
persalinan kita melakukan program kemitraan antara bidan dan dukun," kata
Tin Afifah.
Senada dengan Tin, Esti
Pangastuti dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan mengemukakan bahwa hipertensi
banyak terjadi pada ibu hamil sehingga menyebabkan penyakit degeneratif atau
kemunduran generasi. Hal ini biasanya disebabkan oleh pola hidup yang tidak
teratur. “Pola makan harus diperhatikan bagi wanita yang sedang hamil. Pola
makan harus teratur dan memenuhi gizi yang baik” ungkapnya.
Disamping itu, ia juga
mengungkapkan, banyak program dinas kesehatan yang belum terselesaikan. Salah
satunya dalam penurunan angka kematian ibu yang justru semakin meningkat.
Menurutnya, kematian bukan hanya disebabkan oleh neonatus, melainkan juga
kematian bayi yang ada di dalam rahim.
Dinas Kesehatan Tangerang Selatan
telah melakukan pendekatan secara medis untuk mengurangi angka kematian ibu dan
angka kematian balita. Pendekatan yang dilakukan berupa pendekatan
kemasyarakatan dan pendekatan sarana prasarana yang bermanfaat untuk melengkapi
kebutuhan puskesmas.
Berbeda denga Tin dan Esti, Dosen
Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta, Riastuti Kusuma Wardani lebih
menyoroti kebijakan dan pendanaan puskesmas. Menurutnya sumber dana yang
diperoleh puskesmas sangat banyak. Mulai dari BOK, JKN serta kapitasi dan non
kapitasinya. DAU, dan DAK, sumber dana itu pun memiliki prosedur dan laporan
yang berbeda satu sama lain. "Sebenarnya tidak logis jika urusan di
puskesmas tak terselesaikan mengingat banyaknya SDM yang ada di puskesmas
itu," katanya.
Karena wilayah yang berbeda dan
aksesnya pun tidak sama, sambung Riastuti, maka pendekatan yang seharusnya
ditekankan adalah pendekatan kewilayahan. Ia pun berpendapat bahwa pemekaran
yang tak terkendali menyebabkan ketimpangan yang ada di puskesmas. Banyak
tenaga kesehatan yang berbondong-bondong untuk menjadi kepala di puskesmas
daripada menjadi ekor di dinas
kesehatan.
Ketua pelaksana seminar, Yudhistira
Prasetyo Ananda mengatakan, dilaksanakannya seminar ini dilatarbelakangi
pelaksanaan JKN sejak 1 Januari 2014 lalu yang mengalami ketimpangan antara UKP
dan UKM. Puskesmas yang seharusnya menjadi sarana pencegah penyakit dan
meningkatkan kesehatan malah menjadi sarana rujukan penyakit dan penyembuhan
sehingga kemudian dianggap tidak efektif.
Saat ditanya tujuan, Yudhistira
mengatakan ingin memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang kesehatan
Indonesia saat ini. Mahasiswa juga perlu tahu bahwa kita belum bisa menurunkan
angka kematian ibu dan anak. "Khususnya bagi mahasiswa Kesmas, moga
dapat mengkritisi dan memberikan solusi,"
ujarnya.
*Berita ini dipost di www.lpminstitut.com
Comments
Post a Comment