Pemerintah Lamban Revisi Sanksi Kasus Faedofil
![]() |
Sumber : Internet |
Oleh : Yayang Zulkarnaen
Satu per satu anak menjadi korban
kejahatan seksual orang dewasa. Tak hanya di Jakarta, kejahatan seksual
terhadap anak terjadi di seluruh daerah Indonesia. Yang terbaru, kasus
kejahatan seksual diiringi pembunuhan terjadi pada Putri NF seorang siswi kelas
dua di Kalideres, Jakarta Barat.
Pada 2 Oktober 2015, siswa berusia
9 tahun diperkosa oleh residivis bernama Agus Darmawan. Putri dibunuh bukan
karena Agus menyimpan dendam kepadanya atau keluarganya melainkan karena pelaku
ingin menyembunyikan kejahatan seksual yang ia lakukan.
Setelah genap 18 hari, jasad Putri
ditemukan tak bernyawa dalam sebuah kardus bekas minuman ringan. Karena
intensnya ekpos berita tentang banyaknya tindak kejahatan seksual terhadap anak
alhasil masyarakat menuntut revisi hukuman untuk pelaku kejahatan seksual.
Komnas Perlindungan Anak
mengusulkan revisi Undang-undang (UU) Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak ke Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu poin yang diajukan, yakni pemberian
hukuman kastrasi atau kebiri kelamin bagi pelaku kejahatan seksual (paedofil).
Melalui tuntutan itu, masyarakat berharap pemerintah tidak perlu lagi
memberikan wacana perihal hukuman suntik kebiri kepada paedofil atau penjahat
seksual terhadap anak-anak.
Penyakit paedofil bisa kambuh dan
jika dibiarkan akan kembali memakan korban. Meskipun pelaku sudah dipenjara
kelak,tetap saja ia akan mengulangi perbuatannya. Hukuman kebiri akan membuat
pelaku kejahatan paedofil menjadi jera.
Tuntutan tersebut dengan gamblang
dipaparkan oleh Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni’am
Sholeh yang menyatakan, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu)
kebiri untuk paedofil merupakan salah satu alternatif selain menunggu Rancangan
Undang-undang (RUU) atas Perubahan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
anak. Rencana membuat peraturan hukuman kebiri tersebut, harus segera
dikonkretkan lewat peraturan yang jelas dan tegas.
Sesuai ketentuan
perundang-undangan, presiden dapat membuat perppu dengan alasan kegentingan
dalam suatu permasalahan. Oleh karena itu, akan lebih baik jika revisi
peraturan perlindungan anak ini dilakukan melalui perppu melihat pentingnya
masalah ini. Jika dibandingkan dengan pilkada, perppu tentang perlindungan anak
ini justru lebih penting pula karena menyangkut nyawa dan kehormatan anak yang
terancam pelaku kejahatan seksual.
Selain itu, jika melihat kembali hukuman yang ada diterapkan
Indonesia semuanya hampir sama. Apapun kejahatannya hukuman yang diberikan
tetap penjara, meskipun berbeda kurun waktu pelaksanaan hukumannya. Jika
melihat Amerika, hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan seksual
berbeda-beda. Tak hanya dikebiri, terkadang pemerintah juga merehabilitasi sang
pelaku dengan beberapa pertimbangan. Karena jika pelaku adalah anak kecil maka
dipenjarapun tidak boleh apalagi dikebiri.
Comments
Post a Comment