Berhenti Impor Beras, Cintai Produk Sendiri*
Bila
ada seribu mahasiswa yang peduli terhadap kedaulatan pangan, yang peduli
terhadap nasib para petani, pastikan dalam diri kita, kita adalah satu di
dalamnya..
Bila
ada seratus mahasiswa, yang peduli terhadap kedaulatan pangan, yang peduli
terhadap nasib para petani, pastikan dalam diri kita, kita adalah satu di
dalamnya…
Bila
ada, satu satunya mahasiswa, yang peduli terhadap kedaulatan pangan, yang
peduli terhadap nasib para petani lokal, pastikan dalam diri kita, kita adalah
satu satunya itu, kita yang peduli itu…
Tiga
baris kalimat itulah yang dilaungkan oleh beberapa mahasiswa dari Jurusan
Agribisnis Fakultas Sain dan Teknologi (FST) dalam aksi bertajuk “KONTEMPLASI
KEDAULATAN PANGAN : Refleksi Memperingati Hari Tani ke-55”. Aksi dimulai
dengan berjalan dari halaman FST kemudian ke Fakultas Syariah dan Hukum (FSH)
dan berakhir di depan Halte Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Rabu (30/9).
Koordinator
lapangan (Korlap), Sahrul Maulidian Alfarizal menuturkan aksi tersebut diadakan
guna memperingati Hari Tani Nasional yang ke-55 pada 24 September 2015 kemarin. Selain itu, aksi
ini sebagai bentuk penolakan program pemerintah yaitu mengimpor beras, yang
disahkan pada 22 september lalu. “Kami tidak setuju dengan program ini, di
indonesia pun masih banyak sumber yang bisa dimanfaatkan,” ujarnya.
Tambah
Sahrul, sumber energi bagi masyarakat
Indonesia bukan hanya beras. Namun, banyak juga makanan lain seperti singkong,
ubi, dan jagung yang sama-sama mengandung karbohidrat seperti beras.
Menurutnya, masyarakat dan mahasiswa perlu mengetahui jenis makanan lokal yang
masih bisa memenuhi kebutuhan pangan tanpa harus mengimpor. ”Kalau mengimpor,
berarti pengeluaran negara makin bertambah,” katanya.
Disamping
itu, pimpinan aksi, Noval Abdillah juga mengatakan dalam aksi ini mahasiswa
memiliki tiga tuntutan. Pertama, rencana impor beras harus dibatalkan
karena semakin memperbesar pengeluaran negara. Kedua, penganekaragaman makanan
pokok harus dilakukan pemerintah supaya masyarakat tidak tergantung kepada
beras. “Sumber tenaga kan tidak hanya dari beras, di papua sana juga
makan sagu, mereka tetap hidup,” katanya.
Terakhir,
lanjut Noval, pembagian distribusi ke petani harus diperbaiki. Noval menyarankan
agar pemerintah mengelola disribusi dari petani langsung ke pasar. ”Supaya
harga yang dipasar tidak terlalu mahal dan petani pun mendapatkan upah yang
sepantasnya,” tutupnya.
Salah
satu mahasiswa Fakultas Ushuluddin (FU), Faris Fadil mengatakan adanya
aksi tersebut memperlihatkan bahwa masih banyak mahasiswa yang peduli dengan
petani. Tetapi, ia menyayangkan waktunya yang dilaksanakan pada jam kuliah. “Perlu
disesuaikan kembali waktu berorasi, supaya tidak mengganggu aktifitas
perkuliahan,” katanya. (Yayang Zulkarnaen)
*Berita ini dipost di www.lpminstitut.com
Comments
Post a Comment