Antara Cinta dan Orang Tua
![]() |
sumber : Internet |
Matahari
mulai tenggelam di sebelah barat menandakan telah datangnya malam.
“Mama,,,,
bapak kemana sudah petang begini belum pulang ?” Tanya sang anak kepada ibunya.
“Entah
lah na, mungkin bapakmu tak akan pulang ke rumah ini lagi nak,” jawab ibu
sambil menutup gorden dengan kantung mata yang terlihat sembab.
“Kenapa
mah ?” Tanya anak penasaran.
“Suatu
hari nanti kamu akan mengerti nak” ucap sang ibu sambil mengelus-elus kepala
anak sulungnya, kemudian mengelus perutnya yang sedang mengandung.
“sudah
kamu mandi sana!” titah ibu kepada anaknya.
Malam
mulai berlalu dingin pun datang menghampiri, suara jangkrik bersautan membentuk
nada yang menghiasi sunyinya malam. Meski malam tenang dan sunyi ini berbeda
dengan suasana hati Ratna yang sedang dilanda kebingungan yang amat sangat.
Bingung dengan nasib anaknya yang masih kecil dan yang dikandungnya, bagaimana
dia harus menghidupi mereka dan menyekolahkannya.
“Laki-laki
brengsek….” Umpatnya saat mengingat suami yang telah meninggalkannya. Ia
ditinggalkan dengan hanya meninggalkan sepucuk surat yang berisikan surat
perceraian tanpa meninggalkan alasan yang jelas.
Bingung, sedih, marah bercampur aduk menjadi satu. Perasaannya tidak bisa membendung air matanya untuk keluar membasahi pipinya, tangis pun pecah memecah keheningan malam itu.
Tangisan
itu membangunkan anaknya yang tengah terlelap.
“Mamah
kenapa menangis ?” Tanya sang anak.
“E
e eng ga kenapa-napa nak,” sambil memeluk anaknya.
Kesedihan
ibunya seolah merambat menular ke anaknya, dan sontak sang anak menitikan
airmata menangis bersama anaknya.”ma mamah kenapaaaa hmmmm emmm ?”
Sontak
malam yang hening malam pecah dengan tangisan anak dan ibu. Ibu yang marah
kepada suami yang telah meninggalkannya dan anak yang sedih melihat ibunya
menangis. Malam berlalu dengan kesedihan seiring berlalunya malam mereka
terlelap seolah kesedihan mereka hilang dalam dirinya.
Mentari
mulai terlihat menandakan pagi telah datang dan kehidupan akan terus berjalan.
“Percuma
menyesali apa yang telah terjadi,” gumam Ratna kepada dirinya sendiri. Perih
memang mengingat lelaki yang dulu menjanjikan kesetiaan dan kebahagiaan
padanya.
Yang
ia pikirkan hanyalah bagaimana ia dapat menghidupi kedua anaknya yang masih
kecil. Ia tak ingin menyusahkan kedua orangtuanya yang sedari awal tidak menyetujui
pernikahannya dengan lelaki pilihannya dikarenakan paktor ekonomi sang lelaki
yang tergolong kurang mampu.
Dada
Ratna serasa sesak, bukan karena ekonomi ia memilih pasangan hidup, bukan harta
yang ia cari dari sosok yang ia cintai. Hanya sebuah kebahagiaan yang ia cari
dan ia harapkan dari sosok pujaannya. Hatinya terasa sesak kenapa orang yang ia
percaya, orang yang ia cinta, orang yang ia sayang melebihi dirinya tega meninggalkannya
tanpa sebuah kabar.
Ratna
bingung harus bagaimana ia menjelaskan semua kepada orang tuanya, harus
bagaimana ia menjelaskan bahwa orang yang dulu ia cinta sekarang telah pergi
meninggalkannya. Perasaan bersalah mulai menyelimuti dirinya karena merasa
telah menjadi anak yang telah durhaka kepada orang tua.
Namun
setetes keberanian seolah hadir begitu saja, ia memberanikan diri untuk pulang
kepada orang tuanya.
Tok
tok tok…..
“Assalamualaikum
bu, ini Ratna bu….” Ratna berdiri di depan pintu rumah orangtuanya.
Perlahan
pintu mulai terbuka dan nampak sesosok wanita tua dengan rambut yang mulai
memutih serta kebaya ungu yang begitu mencolok.
“Ratnaaaa,
kamu kemana saja nak ? Ibu khawatir sekali sama kamu,” Tanya ibunya seraya
memeluk anaknya dengan erat, seolah memendam rindu yang teramat sangat.
“Maafkan
Ratna bu, Ratna gak serasa menjadi anak durhaka bu, maafkan Ratna,” sambil
meneteskan airmata penyesalan dan rasa bersalah kepada orangtuanya.
“Kamu
kenapa Rat ? “ Tanya ibunya
“AKU
DITINGGAL SUAMIKU BU, sedang sekarang Ratna sedang mengandung anak keduanya,”
jawab ratna.
“BERENGSEK
LELAKI ITU,” umpat Ibunya… “Sejak dulu ibu tidak setuju kau menikah dengannya,
dia itu miskin, gak menjanjikan kebahagiaan buat mu Ratna,” dengan suara aga
tinggi.
“Ratna
juga gak menyangka bu dia tega seperti ini, dulu dia keliatan begitu tulus
mencintaiku buu,” keluhnya dengan tetesan air mata yang terus mengalir di
pipinya.
“Sudah
hapus air matamu nak, percuma kamu menangisinya,” sambil menyeka air mata
anaknya.
Endingnya menggantung :(
ReplyDeleteiya mba biar penasaran hehe
Delete